12 Januari 2011

Judul Buku : Membumikan Gerakan Ilmu Dalam Muhammadiyah

Editor : Jabrohim Dkk

Pengantar : A Syafi’i Ma’arif

Penerbit : Pustaka Pelajar Yogyakarta

Cetakan : 1, 2010

Tebal : 231 halaman

Peresensi : Ahmad Hasan MS*)

Alfin Toefler dalam bukunya Power Shift menyatakan bahwa kekuatan yang paling dahsyat, canggih dan kuat bukan semata dari fisik ataupun mesin yang modern, akan tetapi kekuatan yang tiada tandingannya adalah kekuatan yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan system yang maju. Analisis Toefler itu menunjukkan betapa ilmu pengetahuan merupakan kunci utama untuk menapaki abad 21. Benar pula apa yang dikatakan mantan Presiden RI, B.J Habibie bahwa ilmu adalah modal utama untuk merebut masa depan yang cerah bagi bangsa Indonesia tercinta ini.

Gerakan ilmu adalah gerakan pencerdasan dan pencerahan bagi peradaban. Gerakan itu pula yang digagas dan diperjuangkan Muhammadiyah yang baru saja menjalankan Muktamar satu abad di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Jauh-jauh hari, KH Ahmad Dahlan, sang Founding Fhaters Muhammadiyah sudah merintis dengan mendidik warganya di perkampungan Kauman Yogyakarta. Perlahan tapi pasti, sepeninggal KH Ahmad Dahlan, lembaga pendidikan berpayung Muhammadiyah berkembang dengan pesat. Ribuan sekolah se Indonesia mulai dari SD, SMP, SMA berdiri dengan pesatnya. Demikian pula, ratusan perguruan tinggi berdiri dengan megah lengkap dengan fasilitasnya yang modern dan berkwalitas.

Buku ” membumikan gerakan ilmu dalam Muhammadiyah” berusaha memotret perjuangan Muhammadiyah dalam memajukan negeri ini. Buku bernada reflektif hasil kumpulan tulisan ini menegaskan bahwa gerakan ilmu merupakan kunci utama dalam era globalisasi ini. Ahmad Syafi’I Ma’arif dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa gerakan ilmu sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk merebut masa depan bangsa yang gemilang. Gerakan ilmu, lanjutnya- adalah gerakan masyarakat yang gemar terhadap kegiatan membaca, menulis, berfikir dan bertindak secara efektif dan efisien.

Namun, menurut Ahmad Syafi’I Maarif, kesadaran bangsa Indonesia terhadap pentingnya gerakan ilmu masih lemah. Tingkat konsumsi membaca buku masih rendah. Terlebih terhadap kemampuan menulis dengan baik, juga malah lebih rendah lagi. Masalah lebih kompleks lagi tatkala melihat tingkat buta aksara masih tinggi ditambah dengan tingkat anak yang putus sekolah banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Selanjutnya, dalam bagian pertama, M. Husnaini menganalisis mengutip dari pendapat Paul Kennedy dalam karyanya Preparing For The Twentieth Century (1993) terkait pentingnya ilmu. Husnaini menulis, mengapa Negara-negara Afrika Barat seperti Nigeria, Sierra Leone dan Chad tetap saja miskin dan dirundung malang, sementara Negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan melesat begitu cepat?. Perbedaan amat mencolok itu ternyata terletak pada kualitas sumber daya manusia di antara keduanya. Sementara jika ditelusuri, factor penentu kualitas sumber daya manusia itu hanyalah satu, yaitu ilmu pengetahuan.

Itulah sebabnya, menurut Husnaini, bangsa Indonesia harus mau bersusah payah dalam mencari dan menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Muhammadiyah sebagai organisasi yang bervisi islam Rahmatan Lil Alamin harus terus menerus berjuang melawan kebodohan dengan concern gerakan ilmu. Benar apa yang dikatakan A. Syafi’I Maarif, “ Tidak ada jalan lain untuk bersikap setia kepada gagasan islam yang berkemajuan, kecuali mau belajar dan membuka diri selebar-lebarnya, selebar kehidupan itu sendiri. (Suara Muhammadiyah, No. 10, 16-31 Mei 2010).

Hal yang sama juga diungkapkan Bambang Harnowo, menurutnya Muhammadiyah mutlak melakukan ijtihad pembaharuan(tajdid) melalui gerakan ilmu pengetahuan berkeadaban. Kantong-kantong masyarakat sipil (civil society) harus diberdayakan demi kemajuan bangsa dan keumatan. Melintasi gerak zaman, Muhammadiyah mengalami tantangan yang berat. Budaya kapitalisme, pragmatisme dan hedonisme telah menyeruak dan menyebar ke segala sendi kehidupan. Itulah sebabnya, masyarakat Muhammadiyah dan bangsa Indonesia pada umumnya harus mewaspadai hal itu. Jangan sampai budaya tersebut menggerogoti tubuh bangsa sehingga tergelincir di titik nadir.

Pertanyaannya kemudian, apa gambara riil untuk melakukan pembumian gerakan ilmu sekaligus untuk menepis serangan budaya hedonis dan pragmatis itu?. Prof. Dr. M. Amien Rais dalam buku ini memberikan jawaban. Menurutnya, ada tujuh strategi untuk memperkuat gerakan ilmu, khsusunya di lembaga pendidikan termasuk Muhammadiyah. Pertama, peningkatan kualitas teaching staff. Artinya, merekrut pengajar yang handal dan mumpuni. Para pengajar di lembaga pendidikan harus memiliki kompetensi dan kualifikasi akademik yang layak dan diakui.

Kedua, membangun atmosfer yang kondusif di lembaga pendidikan. Artinya, menciptakan kompetisi yang sehat dan nyaman antar lembaga pendidikan. Ketiga, mendukung terciptanya general library (perpustakaan umum)dan research library (perpustakaan penelitian) yang kuat dan lengkap. Keempat, kegiatan- kegiatan laboratorium untuk setiap disiplin ilmu perlu memperoleh perhatian yang sama pentingnya dengan perpustakaan. Kelima, kegiatan Research and Development (penelitian dan pengembangan) harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Perguruan tinggi harus diarahkan agar mampu menghasilkan riset penelitian yang bisa dirasakan manfaatnya bagi kemaslahatan masyarakat.

Keenam, memacu dosen, mahasiswa dan masyarakat secara umum agar melakukan kegiatan ilmiah seperti orasi ilmiah, seminar, symposium, bedah buku, diskusi terbuka, workshop, pelatihan dan lain sebagainya. Ketujuh, berpegang teguh pada nilai-nilai ketuhanan dan mengembangkan misi pembebasan manusia dari kebobohan dan ketertindasan. Dengan begitu, menurut Amien Rais yang diamini Jabrohim, pembumian gerakan ilmu akan berjalan efektif sehingga misi islam rahmatan lil alamin mampu dirasakan manfaatnya bagi warga Muhammadiyah dan bangsa dan Negara Indonesia pada umumnya. Tentu dengan dukungan pemerintah, dan masyarakat pada umumnya.

Buku ini menarik dibaca bagi siapa saja, termasuk khalayak awam yang ingin mengenal lebih dekat tentang seluk beluk Muhammadiyah yang terbukti concern mengurusi lembaga pendidikan selama satu abad. Sebuah buku yang menegaskan bahwa gerakan ilmu penting dikebumikan demi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan bangsa pada umumnya.

*) Peresensi adalah Pustakawan Taman Baca Baitun Naim . Tinggal di Yogyakarta.

Sumber: Kompas

0 komentar:

Posting Komentar