13 Januari 2011

Bedil Lodong, Terbuat dari Pinang

MERIAM TRADISIONAL: Warga tengah membersihkan lubang bedil lodong di Kampung Jagaita, Desa Jonggol, kemarin. Bedil lodong adalah permainan legendaris yang masih membudaya di daerah Jonggol. Tradisi yang sudah hampir punah ini, ternyata cukup diminati warga, baik anak-anak maupun dewasa. Seperti apa?

Laporan: Rico Afrido Simanjuntak

BERAGAM cara dilakukan untuk menunggu saat berbuka puasa atau sahur.

Di daerah Jonggol, tepatnya di RT 02/06, Kampung Jagaita, Desa Jonggol dan RT 03/07 Kampung Ciledug, Desa Bendungan, warga memiliki tradisi menunggu berbuka, dengan perang bedil atau biasa disebut bedil lodong. Permainan ini ternyata tak hanya diminati anak-anak, juga orang dewasa.

Bedil lodong adalah meriam tradisional yang biasanya terbuat dari bambu dengan panjang kira-kira satu atau 1,5 meter. Bagian dalamnya dibobok hingga berlubang. Yang tersisa cuma penghalang di salah satu ujung. Pada bagian atasnya, dibuat lubang kecil yang berfungsi untuk menyulut bedil dengan api.

Untuk memainkannya tidak susah.Bagian moncong bedil ditaruh agak ke atas. Masukkan sedikit air ke dalam bambu, diikuti sepotong karbit. Lubang sulut ditutup. Beberapa saat kemudian, setelah karbit hancur lubang sulut dibuka dan api didekatkan. Maka, akan terdengar bunyi “Duaaarrr!”

Biasanya, sore hari di bulan puasa, budaya tradisional ini dimainkan. Makin mengasyikkan memang jika suara bedil lodong saling bersahutan. Meski menimbulkan suara menggelegar, sangat jarang terjadi kecelakaan. Berbeda dengan mercon atau petasan yang dulu hingga saat ini, sering menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda. Bedil lodong tergolong mainan yang aman.

Berbeda dengan biasanya, bedil lodong yang ada di daerah Jonggol ukurannya cukup besar. Terbuat dari pohon pinang (jambe) yang bagian dalamnya sudah dibobok. Panjangnya mencapai 3 meter dengan diameter 30 cm. Bisa dibilang bedil lodong yang satu ini cukup legendaris pada masanya. “Biasanya kalau bulan puasa di sini (Jonggol, red), dibunyikan untuk membangunkan orang sahur, dan menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit,” ujar Deden Murdeni (35) Ketua RW 06, Kampung Jagaita, Desa Jonggol, Kecamatan Jonggol.(*)
Sumber : Radar Bogor

0 komentar:

Posting Komentar