Curug Country - Tanjungsari

Objek wisata yang masih alami, anda akan disuguhkan suasana alam yang asri dan sejuk. Curug Country adalah air terjun yang sangat indah, air bening dan menyejukan mata.

Penangkaran Rusa

Tempat penangkaran Rusa di Cariu ini tidak banyak diketahui orang. Sepi dan jauh dari keramaian. Padahal, lokasi ini sudah ada sejak tahun 1993 dengan nama Wahana Wisata Penangkaran Rusa (WWPR) milik Dinas Perhutani Bogor.

Tradisi Meriam Karbit

Tradisi Meriam karbit mungkin sudah jarang kita jumpai. Tapi di Jonggol masih ada, biasanya diadakan setahun sekali. Acara biasanya dilaksanakan beberapa hari setelah Idul Fitri.

Peta Jonggol

Jonggol adalah sebuah Kecamatan di Timur Kabupaten Bogor, wilayah Jonggol yang luas dengan kontur perbukitan menjadikan Jonggol daerah yang strategis.

Situs Batu Tapak Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi (Batu Tapak) atau Prasasti Ciampea adalah salah satu prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m dpl) di kawasan hutan perbukitan Cipamingkis Desa Pabuaran Kecamatan Sukamakmur.

09 Mei 2012

Mulai 10 Mei 2012 Blog Seputar-Jonggol dialihkan ke domain

19 April 2012

Minerva Perluas Pabrik Jonggol

Jakarta - Pasar motor Indonesia yang makin moncer membuat Minerva senang. Untuk itu, Minerva pun siap memperluas pabrik motor mereka yang berada di Jonggol, Jawa Barat.

Presiden Direktur PT Minerva Motor Indonesia (MMI) Kristianto Goenadi mengatakan bahwa saat ini mereka memiliki lahan seluas 4,65 hektar di Jonggol, Jawa Barat.

"Dari lahan seluas itu, pabrik kami baru menempati 1,2 hektar. Jadi kami berencana untuk membangun pabrik di sisa lahan yang kami punya," jelasnya di Segarra Cafe, Ancol, Jakarta (17/4/2012).

"Pabrik baru tersebut akan kami bangun bertahap, mulai tahun ini. Semoga tahun depan sudah bisa beroperasi," tambah Kristianto.

Dengan perluasan pabrik tersebut dipastikan kapasitas pabrik Minerva mendatang akan berada di atas 8.000 unit per hari.

"Ekspansi awalnya Rp 50 miliar, dan akan berkembang sesuai kebutuhan," tandasnya.

"Karyawan akan bertambah. Sekarang kita punya 380an karyawan di pabrik. Nanti tambah 200 lagi," katanya.

"Kandungan lokal juga akan kita tambah. Sekarang sekitar 20-25 persen, nanti akan lebih tinggi lagi," papar Kristianto.

Perluasan tersebut menurut Kristianto sejalan dengan rencana Minerva untuk perluasan jaringan dari sekitar 60 diler resmi dan 116 outlet penjualan di seluruh Indonesia menjadi 100 diler resmi dan 300 outlet penjualan di akhir tahun 2012 mendatang.

"Untuk membangun sebuah diler butuh dana sekitar Rp 350 juta di luar tanah dan bangunan. Kita subsidi Rp 250 juta," cetusnya.


Sumber : oto.detik.com

18 April 2012

Peduli Cibuyutan


Kampung Cibuyutan tidaklah terlalu jauh dari pusat kekuasaan, baik di Jakarta sebagai Ibu Kota Negara ataupun dari Cibinong sebagai Ibu Kota Kabupaten, tapi keadaan mereka seolah-olah sangat jauh, sangat kontras dengan kehidupan di wilayah lain di Kab. Bogor.

Berikut ini hasil penelusuran saya mengenai beberapa blog dan pemberitaan yang peduli dengan Cibuyutan.

  1. Media Indonesia, 11 November 2011
  2. MetroTV, 4 April 2011
  3. http://bazdaanishaazad.blogspot.com
  4. http://tulisan-listya.blogspot.com/
  5. http://generasiayyash.multiply.com/journal/item/37
  6. http://agussetiawan-onpapers.blogspot.com
  7. http://jinjingransel.blogdetik.com
  8. http://duniakhayalan20.blogspot.com
  9. http://lovea-ea.blogspot.com/

Kp. Cibuyutan yang masih tertinggal

Baru-baru publikasi tentang Kp. Cibuyutan Desa Sukarasa Kec. Tanjungsari mulai santer, Terhitung beberapa Media Nasional  telah memberitakan mengenai Kampung tertinggal ini. Ini adalah salah satu potret wilayah di Kabupaten Bogor. Pembangunan Kabupaten Bogor yang dilakukan ternyata masih menyisakan wilayah yang belum tersentuh.

Mungkin sebagian warga Jonggol sendiri tidak semuanya mengetahui, bahwa di ujung timur Bogor ini ada satu wilayah yang sangat tertinggal. Semoga saja dengan makin banyaknya publikasi dan pemberitaan Pemerintah Kabupaten Bogor bisa secepatnya melakukan pembangunan , terutama untuk objek-objek vital seperti jalan, listrik dan sekolah.

Jangan sampai kampung ini dibiarkan jadi objek berita dan daerah tujuan bakti sosial. Semua warga  masyarakat mempunyai hak untuk haknya seperti pembangunan, pendidikan. Saya malah sempat berpikir, jika dana untuk Persikabo yang jumlahnya sampai puluhan Milyar, pemkab mempunyai anggarannya sendiri, kenapa untuk pembangunan wilayah yang di huni ratusan kepala keluarga ini seolah-olah tidak ada.

Berikut ini saya posting photo-photo yang menggambarkan kondisi di Kp. Cibuyutan.

( Photo : http://http://agussetiawan-onpapers.blogspot.com )


( Photo : http://http://agussetiawan-onpapers.blogspot.com )
 
( Photo : http://http://agussetiawan-onpapers.blogspot.com )
















Cibuyutan Tertinggal hingga Buyut Piut

( Photo : Media Indonesia )
 "CAN pernah (belum pernah). Ma enya bupati arek leumpang ka dieu (Masa iya bupati mau jalan kaki ke sini)," tutur Enih, 40, polos. Ia sama sekali tak bermaksud menyindir pejabat kabupaten maupun DPRD yang melupakan daerah tertinggal seperti Kampung Cibuyutan, Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor.

Cibuyutan berada di antara lereng Gunung Sungging dan Gunung Langgar. Lokasinya paling ujung timur Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Cianjur. Ada 100 lebih keluarga atau sekitar 500 jiwa tinggal di kampung tersebut.

Warga tak mengenal program keluarga berencana. Setiap keluarga umumnya punya anak lebih dari tiga. Ada yang punya enam anak bahkan lebih. Umumnya anak-anak perempuan yang telah berusia 13 tahun atau selepas lulus SD akan dinikahkan.

Kampung Cibuyutan memang seperti terlupakan. Lokasinya terisolasi dan sama sekali tidak ada upaya membuat akses transportasi ke sana meski Kabupaten Bogor merupakan penerima APBD terbesar di Provinsi Jawa Barat.

Jalan menuju lokasi itu penuh dengan perusahaan besar dan pertambangan raksasa, baik dari arah Cibinong sebagai ibu kota kabupaten maupun dari ibu kota negara, Jakarta. Jarak dari Jakarta ke lokasi hanya sekitar 80 km.

Untuk mendatangi Kampung Cibuyutan, bukan saja menguras energi, harus pula siap jatuh, rela kotor, bahkan terluka. Terutama bagi yang nekat membawa kendaraan roda dua. Rasanya ingin menangis. Meski panjang jalan hanya sekitar 10 km dari Cibinong, treknya sangat sulit.

Jalan agak menanjak dan setapak, licin, kiri kanan sawah, semak belukar tebal, melewati tanaman nanas liar serta hutan pepohonan yang menjulang.

Pengendara sepeda motor harus ekstra hati-hati, terutama saat melintasi beberapa kayu dan bambu yang dihamparkan sebagai jembatan melintasi sungai dan kali-kali kecil Cisero. Jembatan itu umumnya sudah miring. Ular pun sering terlihat melintas.

Sejauh mata memandang, sejak keluar dari jalan desa dan masuk ke perkampungan, yang terlihat puluhan kandang kerbau. Setelah berjalan kurang lebih 2 km, baru ditemukan satu rumah. Bentuk dan kondisi rumah tak berbeda dengan kandang kerbau di sampingnya.

"Ini rumah Pak Engkus. Dia tinggal di sini bersama istrinya. Sekarang sedang pergi ke sawah," tutur seorang pemuda. Jarak antara rumah Engkus dan pusat kampung masih sekitar 3 km lagi. Hampir seluruh rumah berbentuk panggung, dengan bahan baku kayu dan bambu.

Ada yang memakai genting, tapi lebih dominan beratapkan anyaman daun kirai (enau) yang dalam bahasa Sunda disebut hateup.

Dari sekitar 80 bangunan rumah, hanya tiga menggunakan bahan semen atau ditembok. Itu pun bagian bawah saja dengan ketinggian kurang lebih 0,5-1 meter dari tanah.

Masyarakat setempat mengaku tidak mampu membangun dengan bahan modern seperti semen, besi, batu bata, pasir, serta batu kecil. Akses jalan untuk membawa benda itu pun tidak ada. Untuk membawa satu sak semen, ojek memasang tarif Rp13 ribu dengan lama perjalanan sekitar 2 jam.

Padahal, pendapatan warga rata-rata hanya Rp7.000 -Rp10 ribu per hari dengan membelah batu.

Gelap gulita

Sudah 66 tahun Indonesia merdeka dan jarak dari Bogor ke lokasi hanya belasan kilometer, namun sampai sekarang Kampung Cibuyutan masih gelap gulita pada malam hari. Tidak ada aliran listrik.

Sebagai penerangan, warga menggunakan lampu teplok. Biasanya setiap bangun pagi, lubang hidung penghuni berubah hitam oleh jelaga. Memang ada beberapa rumah--yang membuka warung kecil--punya genset berbahan bakar solar atau bensin.

Tapi genset tersebut hanya beroperasi pukul 19.00-23.00 WIB untuk mengirit bahan bakar. Di kampung tersebut harga bensin atau solar Rp7.000 per liter, sedangkan minyak tanah Rp12 ribu per liter.

"Di sini hanya lima orang kaya," tutur Yeti, ibu rumah tangga. Ukuran orang kaya ialah memiliki televisi walaupun modelnya masih yang lama dengan ukuran 14 inci.

Potret buram lainnya, sekolah hanya satu yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahussolah, setingkat SD. Bangunan sekolah hasil swadaya masyarakat. Kondisinya sangat tidak layak. Bangunan menyerupai gubuk dari bilik bambu yang ditopang beberapa tiang kayu. Cahaya menerobos dari genting-genting lapuk yang sudah bergeser.

Di dalam ruangan berukuran 6 x 2,5 meter itu terdapat sembilan pasang meja/kursi belajar yang juga sudah usang dan rusak. Karena buatan warga, bentuk mebel tersebut berbeda dengan yang terdapat di sekolah umumnya. Akibat daun pintu terbuka terus, ternak seperti kambing, bebek, dan ayam biasa masuk ke kelas saat siswa belajar.

Menurut Mista, salah seorang pengajar, saat ini ada 72 siswa yang belajar di MI Miftahussolah. Tahun ini sekolah tidak menerima siswa baru. Dua tahun terakhir proses belajar-mengajar terus berlangsung.

Sebelumnya, sekolah sering ditutup. "Kadang satu tahun tutup, atau bertahun-tahun dihentikan," lanjutnya. Sekolah tutup karena tidak ada dana. Guru-guru pun tak betah mengingat akses menuju lokasi dari tempat lain sangat sulit dan gaji mereka juga tak jelas.

Keterbatasan guru membuat siswa belajar bergantian. Kelas 2 dan 3 belajar bersama di ruangan tanpa sekat pada pagi hari. Adapun kelas 4, 5, dan 6 mulai belajar pukul 10.00 WIB setelah kelas 2 dan 3 pulang.

Lulus MI Miftahussolah seolah-olah sudah sarjana. Mereka merasa pendidikan selesai karena sudah bisa baca tulis. Sikap demikian sudah turun-temurun karena beratnya kemiskinan.

Hanya satu dua orangtua yang terus mendorong anaknya supaya melanjutkan ke tingkat madrasah tsanawiyah (MTs/SMP). "Saya ingin Harun pintar dan maju. Makanya dengan susah payah saya biarkan anak saya itu melanjutkan ke MTs di desa lain," ujar Amin, salah satu orangtua, yang sangat berharap ada akses dan penerangan listrik ke kampungnya. (J-1)

Sumber : Media Indonesia 

17 April 2012

Jaty Arthamas targetkan 300 ha kebun jati baru


 JAKARTA. Permintaan kayu jati yang terus meningkat membuat PT Jaty Arthamas Rizky memperluas lahannya. Perusahaan itu saat ini telah menyiapkan lahan seluas 300 hektare (ha) di Jonggol, Sukabumi, dan Semarang untuk pengembangan hutan jati.
Santi Mia Sipan, Direktur Utama Jaty Arthamas, mengatakan, sejak berdiri pada 1998 silam, perusahaannya telah menjual lahan sekitar 250 ha termasuk 20.000 bibit jati per bulan. "Lima tahun mendatang, kami menargetkan menjual sekitar 1.000 ha lahan kebun jati," katanya kepada KONTAN, Minggu (8/4).
Jaty Arthamas adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan bibit jati Solomon dan sekaligus lahan perkebunan. Untuk mengembangkan hutan jatinya, perusahaan ini banyak menawarkan investasi kebun jati ke masyarakat melalui sistem bagi hasil.
Santi menambahkan, pihaknya telah mengeluarkan dana sebesar Rp 1 miliar untuk uang muka pembebasan 300 ha lahan jati barunya. Dana itu tersebut hanya 5% dari total kebutuhan pembebasan lahan. Sedangkan sisa lahan akan dibayar bertahap.
Dari 300 ha kebun jati baru, Santi menargetkan bakal terjual kepada investor sebanyak 50 ha tahun ini. Jumlah itu sama dengan realisasi penjualan tahun lalu. Dengan investasi sebesar Rp 608 juta per ha lahan kebun jati, Jaty Arthamas juga menanggung pengadaan bibit, pupuk, hingga instalasi pengairan.
Santi yakin mampu meraup banyak investor kebun jati karena dari waktu ke waktu potensi perkebunan jati semakin cerah. Dia menceritakan, dari total kebutuhan kayu jati nasional yang sebesar 2,5 juta meter kubik (m3) per tahun, saat ini hanya terpenuhi sekitar 700.000 m3.
Dengan tingginya kebutuhan, Santi menambahkan, tentu harga kayu jati terus naik. Dia memprediksi, jika harga kayu jati sekarang Rp 2 juta per m3, dalam 10 tahun mendatang harganya bakal melonjak hingga Rp 5 juta per m3. "Bisnis kebun jati merupakan jangka panjang, karena itu kami optimistis akan mampu terus tumbuh," imbuhnya.
Soal pasar, Santi tidak terlalu khawatir, sebab semua hasil kayu yang dihasilkan perusahaannya berasal dari bibit bersertifikat. "Dalam rencana bisnis yang kami buat, dalam waktu dekat kami juga akan membuat membuat supermarket kayu jati di Jonggol, Bogor," katanya.

Sumber : Kontan Online

Trantib Kewalahan Atasi Peternakan



Senin, 16 April 2012 , 10:09:00

CARIU-Seksi Trantib Kecamatan Cariu kewalahan mengatasi peternakan sapi di Desa Karyamekar yang dikeluhkan sejumlah warga karena diduga tak mempunyai izin, dan berada di sekitar pemukiman warga.

Kasi Trantib, Syarif Hidayat mengaku, sudah beberapa kali menerima keluhan tersebut dari warga. Menurut dia, pemilik belum mengajukan perizinan dari instansi terkait bahkan izin lingkungan pun baru diurus setelah adanya banyak keluhan.

”Peternakan kini menampung sekitar 20 ekor sapi,” ucapnya kepada Radar Bogor, kemarin.

Lebih lanjut ia mengatakan, sudah berupaya melakukan langkah preventif. ”Sejak kita mendapatkan informasi kalau keberadaannya belum dilengkapi izin, kita sudah langsung mendatangi lokasi namun di lapangan tak pernah bertemu pemiliknya karena yang ada hanya pekerja,” keluhnya.

Ia menegaskan, telah memanggil pemilik peternakan untuk mempertanyakan kelengkapan perizinan serta upaya perusahaan dalam meminimalisir keluhanwarga, namun pemilik tak pernah datang.

”Kita kewalahan dengan sikap pemilik peternakan karena ditemui tidak pernah ada, dipanggil juga tak datang,” jelasnya.

Ia berjanji, akan mengambil tindakan tegas jika pemilik tetap tidak melengkapi perizinan usaha.

”Kita tunggu dulu perkembangannya, jika tetap tidak melengkapi, ada langkah yang kita tempuh sesuai dengan prosedur,” pungkasnya. (sdk)

Sumber : Radar Bogor