29 Januari 2009

Memahami proyek Jonggol

Jonggol yang dikenal sebagai lumbung padi dan salah satu daerah
penghasil buah-buahan di Jawa Barat kemungkinan besar berubah status
menjadi wilayah kosmopolitan.

Perubahan status itu berkaitan dengan proposal yang diajukan oleh PT
Bukit Jonggol Asri (BJA). Konsorsium itu, yang dibentuk pengusaha
Bambang Trihatmodjo dan Grup Kaestindo [milik pengusaha Haryadi
Kumala], ingin mengembangkan Jonggol menjadi semacam kota mandiri,
yang di dalamnya terdapat perumahan beserta sejumlah fasilitas seperti
government area, kawasan wisata, olahraga, hutan, dan areal pertanian.

Usulan konsorsium itu menimbulkan pro-kontra dengan argumentasi
masing-masing. Pro-kontra itu lebih bersumber pada usulan, yang ingin
meningkatkan status Jonggol menjadi semacam kota administratif
dilengkapi dengan government area [kawasan pemerintahan]. Di sinilah
sebenarnya letak silang pendapat itu, karena memang belum jelas benar
definisi mengenai kawasan pemerintahan. Apakah pemerintahan pusat
ataukah pemerintahan daerah?

Mereka yang pro menilai gagasan itu sebagai salah satu upaya
mengurangi kepadatan dan kesibukan Jakarta sebagai lokasi berkumpulnya
kantor pemerintahan pusat. Dengan dijadikan sebagai government area,
sudah tentu kesibukan Jakarta bakal berkurang, selain berupaya
memeratakan pengembangan wilayah ke daerah baru yang potensial.
Pandangan ini jelas didasarkan atas pertimbangan bahwa sudah terlalu
luasnya fungsi Jakarta. Jakarta bukan hanya menyandang status sebagai
ibukota negara tetapi juga pusat bisnis-keuangan, wisata dan
sebagainya. Padahal, daya dukung Jakarta kian berkurang.

Sebaliknya, mereka yang kontra berpendapat bukan hal yang gampang
menjadikan Jonggol sebagai kawasan pemerintahan. Sebagai government
area, Jonggol memerlukan perencanaan yang terpadu dari berbagai aspek
dan disiplin ilmu. Hal ini bukan pekerjaan mudah, melainkan tugas yang
memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak kecil.

Sebagai kawasan pemerintahan, Jonggol pun membutuhkan penataan yang
benar-benar dapat menunjang fungsi tersebut. Padahal, dari berbagai
pengalaman, tata ruang justru merupakan masalah yang cukup pelit.

Kita tidak hendak berusaha membahas silang pendapat mengenai usulan
itu, kecuali hanya ingin mengkaji kelebihan sekaligus kekurangannya.
Karena kita percaya bahwa silang pendapat itu justru akan lebih
memperkaya dan menumbuhkan kreativitas, sehingga keputusan yang bakal
diambil justru lebih berbobot.

Namun lepas dari pro-kontra itu, kita membutuhkan pemikiran dan kajian
yang seksama dan jernih agar hasil yang diperoleh benar-benar
maksimal. Hal itu bukan merupakan hambatan, tetapi justru sebagai
argumentasi agar dapat memberi arah yang tegas dan jelas dalam
mencapai tujuan dimaksud.

Sikap kritis dalam pro-kontra itu menandakan betapa masyarakat makin
berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembangunan. Kekritisan itu juga
membuktikan betapa masyarakat makin bertanggungjawab terhadap setiap
gerak langkah dan arah pembangunan, mengingat kegiatan tersebut
membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak kecil, selain berbagai
dampak yang bakal terjadi.

Tidak sama memang apa yang diusulkan BJA dengan kondisi yang dialami
Brasilia, misalnya. Tapi rasanya tidak berlebihan bila kita juga
belajar dari apa yang dialami Brasil saat negara itu memindahkan
ibukotanya ke Brasilia. Saat itu Brasil bangkrut karena anggaran
negara sebagian besar tersedot untuk kegiatan tersebut.

Kita juga percaya bahwa usulan itu telah memperhitungkan berbagai
aspek yang sudah selayaknya diperhatikan oleh BJA. Aspek tata ruang,
misalnya, merupakan masalah yang sangat penting, mengingat hal itu
menjadi dasar bagi pengembangan suatu wilayah perkotaan.

Selain itu, kita tentu percaya dan berharap konsorsium BJA juga telah
memikirkan secara matang bahkan menuangkan segala gagasan yang tetap
memperhatikan fungsi Jonggol sebagai wilayah resapan air. Artinya,
dalam mengembangkan Jonggol, aspek daya dukung wilayah, fungsi, dan
potensi tetap merupakan landasan yang tidak dapat diabaikan. Karena
hanya dengan cara demikianlah kita boleh berharap Jonggol benar-benar
dapat dijadikan sebagai kota alternatif dan pengembangan wilayah yang
terpadu dengan Jakarta sebagai ibukota dan Jawa Barat sebagai provinsi
menunjangnya.

Sumber : Disini

1 komentar:

Sudah dapat dipastikan wilayah tersebut akan menjadi wilayah terbaik, minimum sebagai area pemerintahan dan pusat bisnis daerah otonomi.

Posting Komentar