29 Januari 2009

Sekitar 80 Persen Lahan Kering di Jonggol 'Dikuasai' Orang Jakarta

BOGOR -- Sekitar 80 persen lahan kering di Jonggol, Bogor, Jabar, kini
sudah dikuasai orang-orang Jakarta. "Anak saya bekerja sebagai perantara
pembeli dan penjual tanah. Jadi, saya tahu soal ini," kata seorang
penyuluh pertanian yang tak mau disebut namanya.

Namun, kata penyuluh pertanian itu, warga Jonggol, terutama Jonggol
selatan, kini masih memiliki lahan basah yang ditanami padi. Ada juga yang
dijadikan kebun pisang dan singkong. "Bukit Solasih, di Desa Sukanegara,
juga masih dimiliki warga. Mereka menanaminya dengan pohon petai," katanya
kepada Republika, kemarin.

Banyaknya lahan kering di Jonggol yang dikuasai orang Jakarta itu
dibenarkan oleh Bakar, 45, yang telah tinggal di sana sejak 20 tahun lalu.
Ia mengaku sering berhubungan dengan warga Jakarta yang mencari tanah di
Jonggol. "Kebanyakan yang membeli tanah di sini warga keturunan Cina dan
ABRI. Bapak lihat sendiri di sana, berhektar-hektar tanah sudah diberi
pagar kawat dan dipasang papan nama pemilik tanah," katanya sambil
menunjuk bukit di sebelah selatan.

Orang-orang Jakarta itu, kata Bakar, hanya datang ke Jonggol pada hari
libur. Banyak juga warga Jakarta yang hanya memiliki tanah, sedang isinya
diserahkan kepada penduduk untuk diolah. Tanah-tanah yang telah dikuasai
warga Jakarta itu kebanyakan dibiarkan begitu saja, walaupun ada juga yang
dirawat dan ditanami pohon palm.

Namun, seorang pegawai Kecamatan Jonggol yang tinggal di Kemantren,
Sukamakmur, mengatakan masih banyak lahan di wilayah selatan Jonggol yang
dikuasai warga. "Memang benar kawasan Jonggol sekarang banyak didatangi
warga Jakarta. Tetapi tidak benar kalau wilayah itu hampir seluruhnya
dikuasai orang asing. Masih banyak kok yang dikuasai warga. Mungkin lima
puluh persen lahan masih dikuasai mereka," katanya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Kepala Desa Sukamakmur M Maskul kepada
Republika. "Lahan di sini masih banyak yang belum dijual kepada warga
Jakarta. Memang benar sejak dulu banyak orang-orang luar yang mendatangi
desa ini. Kalau tidak salah ada 10 - 12 orang Jakarta yang membeli tanah
di sini," katanya.

Bagi M Maskul, kalau ada yang mau beli tanah warga, silakan saja.
"Bukankah selama ini SK pengaturannya belum ada, dan pihak-pihak yang
berkepentingan belum menghubungi saya. Informasi yang selama ini
berkembang hanya melalui media massa, bukan resmi dari pihak atas,"
katanya.

Seorang aparat kecamatan yang tidak bersedia ditulis namanya juga
menyebutkan, tidak benar kalau tanah warga sudah dikuasai warga Jakarta.
Bahkan ia bisa menyebutkan dengan angka. "Tidak lebih dari sepuluh persen
kawasan Jonggol yang sudah dimiliki warga Jakarta," katanya.

Menurut pengamatan Republika, di kawasan selatan Kecamatan Jonggol memang
telah banyak tanah-tanah berkawat dan berpapan nama. Kebanyakan tanah yang
tidak produktif.

Orang Jakarta sudah mengincar tanah Jonggol sejak 1980-an, ketika harga
tanah di sana masih sangat murah, sekitar Rp 75 per meter. Ketika itu
warga Jakarta sudah ada yang datang mencari tanah di sana.

Bisnis tanah di Jonggol makin menjadi sejak ada PT Fajar Loka Permata
(salah satu anak perusahaan kelompok Kaestindo) dan PT Kartika Pola Reksa,
yang membebaskan tanah untuk kepentingan proyek Kota Mandiri Bukit Jonggol
Asri.

Menurut Mustaal, warga setempat, bisnis jual beli tanah kini malah sudah
menjalar ke aparat pemerintah. "Mas kalau cari tanah jangan melalui kepala
desa, nanti harganya lebih mahal," kata Mustaal memperingatkan.

Warga Jonggol yang lain, Imam Setiadi, malah mengatakan beberapa kepala
desa kini ikut-ikutan jadi spekulan tanah. Moh Jabar, kepala Desa Suka
Damai, mengakui telah terjadi pembebasan tanah di daerahnya. "Kurang lebih
127 ha tanah berbukit dan bertebing telah dibeli oleh PT Kartika Pola
Reksa," katanya.  mal/ttw

Sumber : Republika Online Edisi Jum'at, 27 Desember 1996 , disadur dari sini

0 komentar:

Posting Komentar